PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18
TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA
PENERBITAN
SURAT
KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa salah
satu penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia diwujudkan dengan mengeluarkan surat keterangan yang
diperlukan masyarakat untuk kepentingan dan tujuan tertentu;
b. bahwa
penerbitan surat keterangan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan
kepada setiap warga negara yang membutuhkan yang dinyatakan ada atau tidak
terdata pada catatan kepolisian atas perilaku atau perbuatannya dalam kehidupan
bermasyarakat;
c. bahwa untuk
meningkatkan ketelitian dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan dalam
penyelenggaraan pelayanan diperlukan pedoman dalam penerbitan Surat Keterangan
Catatan Kepolisian;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang Tata Cara Penerbitan Surat
Keterangan Catatan Kepolisian;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 70);
3. Peraturan
Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT
KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN.
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.
Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.
Intelijen
Keamanan Polri yang selanjutnya disebut Intelkam Polri adalah Intelijen yang
diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian sebagai salah satu
fungsi pemerintahan negara, dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
3.
Catatan
Kepolisian adalah catatan tertulis yang diselenggarakan oleh Polri terhadap
seseorang yang pernah melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar hukum
atau sedang dalam proses peradilan atas perbuatan yang dia lakukan.
4.
Surat
Keterangan Catatan Kepolisian yang selanjutnya disingkat SKCK adalah surat
keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Polri kepada seorang/pemohon warga
masyarakat untuk memenuhi permohonan dari yang bersangkutan atau suatu
keperluan karena adanya ketentuan yang mempersyaratkan, berdasarkan hasil penelitian
biodata dan catatan Kepolisian yang ada tentang orang tersebut.
5.
Warga Negara
Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai WNI.
6.
Warga Negara
Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah orang bukan WNI.
7.
Identifikasi
adalah usaha untuk mengenal kembali identitas seseorang dan benda melalui
daktiloskopi, fotografi dan sinyalemen.
8.
Kartu Tik
adalah sistem pencatatan dengan menggunakan kartu/formulir yang memuat hal-hal
dan catatan singkat mengenai diri seseorang atau suatu perkumpulan/organisasi
dan permasalahan.
9.
Pemohon
adalah seorang WNI atau WNA yang berada/tinggal di dalam atau di luar negeri
yang mengajukan permohonan SKCK.
10.
Pengguna
adalah orang/badan/lembaga/intansi pemerintah/instansi nonpemerintah yang yang
membutuhkan catatan kepolisian berkepentingan dalam mendapatkan keterangan
mengenai catatan kepolisian tentang seseorang.
Pasal 2
Tujuan dari peraturan ini sebagai
pedoman dalam penerbitan SKCK dari tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat
Polsek agar sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Pasal 3
Prinsip pengaturan tata cara penerbitan SKCK:
a.
legalitas,
yaitu penerbitan SKCK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b.
transparansi,
yaitu penerbitan SKCK dilaksanakan secara jelas dan terbuka;
c.
akuntabilitas,
yaitu penerbitan SKCK harus dapat dipertanggungjawabkan;
d.
nondiskriminasi,
yaitu penerbitan SKCK diberikan kepada setiap pemohon yang telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan tanpa membedakan satu dengan lainnya;
e.
nesesitas,
yaitu penerbitan SKCK dibuat atas dasar pertimbangan keperluan yang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat bagi pemohon, dan; dan
f.
efektif dan
efisien, yaitu penerbitan
SKCK dilaksanakan dengan
mudah, murah, cepat, dan nyaman.
BAB II
KEWENANGAN
Pasal 4
Kewenangan penerbitan SKCK dilakukan pada tingkat:
a.
Kepolisian
Sektor (Polsek);
b.
Kepolisian
Resor (Polres);
c.
Kepolisian
Daerah (Polda); atau
d.
Markas Besar
(Mabes) Polri.
Pasal 5
(1)
Kewenangan
penerbitan SKCK pada tingkat Polsek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
secara administratif dilaksanakan oleh unit Intelkam Polsek.
(2)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kapolsek atau Wakapolsek
atas nama Kapolsek.
(3)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kelengkapan persyaratan
bagi pengguna, antara lain untuk:
a.
menjadi calon
pegawai pada perusahaan/lembaga/badan swasta; dan
b.
melaksanakan
suatu kegiatan atau keperluan tertentu dalam lingkup wilayah Polsek, antara
lain:
1.
pencalonan
kepala desa;
2.
pencalonan
sekretaris desa;
3.
pindah
alamat; atau
4.
melanjutkan
sekolah.
Pasal 6
(1)
Kewenangan
penerbitan SKCK pada tingkat Polres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
secara administratif dilaksanakan oleh satuan Intelkam Polres.
(2)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Satuan (Kasat)
Intelkam atau Wakapolres atas nama Kapolres.
(3)
Dalam hal
SKCK diperlukan untuk pencalonan menjadi anggota legislatif dan pimpinan kepala
daerah di tingkat kabupaten/kota, penerbitan SKCK ditandatangani oleh Kapolres.
(4)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kelengkapan persyaratan
bagi pengguna, antara lain untuk:
a.
menjadi calon
pegawai pada lembaga/badan/instansi pemerintahan dan perusahaan vital yang
ditetapkan oleh pemerintah;
b.
masuk
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri; dan
c.
melaksanakan
suatu kegiatan atau keperluan dalam lingkup wilayah Polres, antara lain:
1.
pencalonan
pejabat publik;
2.
melengkapi
persyaratan izin kepemilikan Senjata Api (Senpi) nonorganik TNI dan Polri; atau
melanjutkan sekolah.
Pasal 7
(1)
Kewenangan
penerbitan SKCK pada tingkat Polda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
secara administratif dilaksanakan oleh Direktorat Intelijen Keamanan
(Ditintelkam) Polda.
(2)
Penerbitan SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wewenang Dirintelkam dan dapat
didelegasikan/ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan Administrasi
(Kasiyanmin) Ditintelkam Polda.
(3)
Dalam hal
SKCK diperlukan untuk pencalonan menjadi anggota legislatif atau pimpinan
kepala daerah di tingkat provinsi, penerbitan SKCK ditandatangani oleh
Dirintelkam Polda.
(4)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kelengkapan persyaratan
bagi pengguna, antara lain untuk:
a.
menjadi calon
pegawai atau calon anggota pada lembaga/ badan/instansi pemerintahan dan
perusahaan vital yang ditetapkan oleh pemerintah;
b.
memperoleh
paspor dan/atau visa;
c.
WNI yang akan
bekerja di luar negeri; atau
d.
melaksanakan
suatu kegiatan atau keperluan dalam lingkup wilayah Polda, antara lain:
1.
menjadi
notaris;
2.
pencalonan
pejabat publik; atau
3.
melanjutkan
sekolah.
Pasal 8
(1)
Kewenangan
penerbitan SKCK pada tingkat Mabes Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf d secara administratif dilaksanakan oleh Baintelkam Polri.
(2)
Penerbitan
SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah wewenang Kabaintelkam Polri dan
dapat didelegasikan kepada Kepala bidang Pelayanan Masyarakat (Kabidyanmas).
(3)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditandatangani oleh Kepala Subbidang
Kegiatan Masyarakat (Kasubbidgiatmas) atas nama Kepala bidang Pelayanan
Masyarakat (Kabidyanmas).
(4)
Dalam hal
penerbitan SKCK untuk keperluan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden
ditandatangani oleh Kabaintelkam Polri atau Wakabaintelkam atas nama
Kabaintelkam Polri.
(5)
SKCK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kelengkapan persyaratan
bagi pengguna, antara lain untuk:
a.
kepentingan
menjadi pejabat negara (eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga
pemerintah) tingkat pusat;
b.
WNI yang akan
ke luar negeri untuk kepentingan sekolah atau kunjungan dan/atau penerbitan
visa;
c.
WNI dan WNA
yang memerlukan untuk melaksanakan kegiatan atau keperluan tertentu dalam
lingkup nasional dan/atau internasional antara lain:
1.
izin tinggal
tetap di luar negeri (permanent resident);
2.
naturalisasi
kewarganegaraan; atau
3.
adopsi anak
bagi pemohon WNA.
BAB III
TATA CARA PERMOHONAN DAN PERSYARATAN SKCK
Bagian Kesatu
Tata Cara Permohonan
Pasal 9
Permohonan untuk memperoleh SKCK dilakukan dengan cara:
a.
pemohon
mendaftar dan menyerahkan persyaratan pada loket yang telah disediakan dengan
menunjukkan dokumen asli atau dikirim secara online melalui sarana elektronik;
b.
pemohon
mengisi formulir daftar pertanyaan; dan
c.
pemohon
menyerahkan kembali formulir daftar pertanyaan yang telah diisi kepada petugas
pelayanan dikirim secara online
melalui sarana elektronik.
Bagian Kedua
Persyaratan
Pasal 10
(1)
Persyaratan
untuk memperoleh SKCK bagi WNI meliputi:
a.
fotokopi KTP dengan
menunjukkan KTP asli;
b.
fotokopi
kartu keluarga;
c.
fotokopi akte
lahir/kenal lahir;
d.
fotokopi
kartu identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan KTP; dan
e.
pasfoto
berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 6 (enam) lembar, yang digunakan untuk:
1.
SKCK 1 (satu)
lembar;
2.
arsip 1
(satu) lembar;
3.
buku agenda 1
(satu) lembar;
4.
Kartu Tik 1
(satu) lembar; dan
5.
formulir
sidik jari 2 (dua) lembar.
(2)
Persyaratan
SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikirim secara online melalui sarana elektronik.
(3)
Persyaratan
SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d
tidak diperlukan, apabila KTP elektronik (e-KTP)
sudah terintegrasi secara online.
(4)
Pasfoto
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dengan latar belakang merah,
berpakaian sopan, tampak muka, dan bagi pemohon yang mengenakan jilbab, pasfoto
harus tampak muka secara utuh.
(5)
Bagi WNI yang
akan keluar negeri, selain melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib dilengkapi dengan fotokopi paspor.
Pasal 11
(1)
Persyaratan
untuk memperoleh SKCK bagi WNA, meliputi:
a.
surat
permohonan dari sponsor, perusahaan, atau lembaga yang memperkerjakan,
menggunakan, atau yang bertanggung jawab kepada WNA;
b.
fotokopi
paspor;
c.
fotokopi
Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); dan
d.
pasfoto
berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 6 (enam) lembar,
yang digunakan untuk:
1.
SKCK 1 (satu)
lembar;
2.
arsip 1
(satu) lembar;
3.
buku agenda 1
(satu) lembar;
4.
Kartu Tik 1
(satu) lembar; dan
5.
formulir
sidik jari 2 (dua) lembar.
(2)
Pasfoto
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan latar belakang berwarna
kuning, berpakaian sopan, tampak muka dan bagi pemohon yang mengenakan jilbab,
pasfoto harus tampak muka secara utuh.
BAB IV
PROSEDUR PENERBITAN SKCK
Pasal 12
Prosedur penerbitan SKCK dilakukan melalui:
a.
pencatatan;
b.
identifikasi;
c.
penelitian;
d.
koordinasi;
dan
e.
penerbitan.
Pasal 13
(1)
Pencatatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilakukan dalam buku register dan/atau
sistem komputerisasi.
(2)
Buku register
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.
nomor urut;
b.
nomor dan
tanggal surat permohonan;
c.
nomor, masa
berlaku, dan tanggal SKCK diterbitkan;
d.
nama (nama
kecil, nama keluarga, dan/atau alias);
e.
tempat dan
tanggal lahir;
f.
jenis
kelamin;
g.
alamat
lengkap (desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten, lengkap dengan jalan, gang,
nomor rumah dan atau RT dan RW);
h.
pekerjaan;
i.
keperluan
permohonan; dan
j.
keterangan
lain.
Pasal 14
(1) Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut:
a.
pengisian
formulir sidik jari;
b.
pengambilan
sidik jari;
c.
perumusan
sidik jari; dan
d.
pengisian
Kartu Tik.
(2)
Pengisian
formulir, pengambilan, dan perumusan sidik jari sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan oleh fungsi Identifikasi.
(3)
Pengisian
Kartu Tik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh fungsi
Intelkam.
(4)
Dalam hal
pemohon sudah memiliki kartu sidik jari, tidak perlu dilakukan pengambilan
sidik jari ulang.
Pasal 15
(1)
Penelitian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan terhadap:
a.
keperluan
atau penggunaan dari SKCK yang dimohonkan;
b.
keabsahan dan
keaslian kelengkapan persyaratan (autentikasi);
c.
formulir
daftar pertanyaan yang telah diisi oleh pemohon;
d.
identitas
pemohon; dan
e.
data
menyangkut pernah atau tidak pernah dan/atau sedang tersangkut tindak pidana.
(2)
Dalam hal
persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c tidak lengkap dan/atau tidak
sesuai, pemohon diminta untuk melengkapi dan/atau memperbaiki.
(3)
Dalam hal
hasil penelitian ditemukan keragu-raguan, dilakukan koordinasi untuk
klarifikasi dengan kesatuan di lingkungan Polri dan/atau instansi terkait.
Pasal 16
(1)
Koordinasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf d meliputi:
a.
internal; dan
b.
eksternal.
(2)
Koordinasi
internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dalam bentuk
hubungan tata cara kerja dengan pengemban fungsi:
a.
Reserse
Kriminal, Lalu Lintas, Polair, dan Sabhara, terkait pemberian data ada atau
tidaknya tindak pidana yang dilakukan oleh pemohon SKCK; dan
b.
Identifikasi,
terkait pemberian hasil pengambilan rumus sidik jari pemohon SKCK.
(3)
Pengemban
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berkala memperbarui (meng-update) data tentang masyarakat yang
mempunyai catatan kriminal.
(4)
Koordinasi
eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan apabila
diperlukan untuk pencocokan data dengan penegakan hukum lainnya.
Pasal 17
(1)
Penerbitan
SKCK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dibuat dalam rangkap 2 (dua)
dengan ketentuan:
a.
1 (satu)
lembar asli untuk pemohon; dan
b.
1 (satu)
lembar untuk arsip.
(2)
Penerbitan
SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a.
ditulis dalam
2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris;
b.
mencantumkan
pasfoto pemohon yang direkatkan pada sudut kiri bawah formulir SKCK;
c.
ditandatangani
pejabat yang berwenang dan dicap stempel dinas sebagai autentikasi; dan
d.
paling lama 1
x 24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah berkas diterima secara lengkap.
(3)
SKCK yang
sudah diterbitkan diserahkan kepada pemohon dengan menandatangani tanda terima.
(4)
Dalam hal
pemohon berhalangan untuk mengambil SKCK, dapat diwakilkan kepada orang lain
dengan menunjukkan KTP asli pemohon dan menandatangani tanda terima.
Pasal 18
(1)
Masa berlaku
SKCK ditetapkan 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(2)
Masa berlaku
SKCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku apabila:
a.
pemohon
melakukan tindak pidana; dan
b.
ditemukan
data tindak pidana yang diduga dilakukan pemohon.
(3)
SKCK yang
dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam lembar SKCK yang
selanjutnya dikirimkan kepada pengguna yang memerlukan.
Pasal 19
(1)
SKCK yang
telah habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1),
apabila masih memerlukan SKCK, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan
SKCK kembali dengan memperlihatkan SKCK yang lama dan dilakukan penelitian
sebagaimana mestinya.
(2)
Apabila masa
berlaku SKCK telah habis lebih dari 1 (satu) tahun, pemohon dapat mengajukan
kembali dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam:
a.
Pasal 10,
untuk WNI; dan
b.
Pasal 11,
untuk WNA.
Pasal 20
Format Kartu Tik, Daftar Pertanyaan, dan lembar SKCK
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
ini.
BAB V
PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN
Pasal 21
(1)
Pengawasan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan penerbitan SKCK, dilakukan oleh pengemban
fungsi pengawas di lingkungan Polri dilakukan oleh:
a.
Inspektorat
Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan di tingkat Mabes Polri;
b.
Inspektorat
Pengawasan Daerah dan Bidang Profesi dan Pengamanan di tingkat Polda; dan
c.
Seksi
pengawasan dan Seksi Profesi dan Pengamanan tingkat Polres.
(2)
Pengawasan
dan pengendalian selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berjenjang oleh:
a.
Baintelkam di
tingkat Mabes Polri;
b.
Ditintelkam
di tingkat Polda; dan
c.
Satintelkam
di tingkat Polres.
Pasal 22
(1)
Pengawasan
dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilakukan dalam
bentuk:
a.
laporan;
b.
supervisi;
dan
c.
evaluasi.
(2)
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan secara berjenjang kepada
kesatuan atas setiap bulan yang memuat data atau keterangan mengenai:
a.
jumlah SKCK
yang diterbitkan;
b.
pemohon
berdasarkan jumlah SKCK yang diterbitkan; dan
c.
permasalahan
dan hambatan yang dihadapi.
(3)
Supervisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara berjenjang mulai
dari tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat Polsek.
(4)
Evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan secara periodik dan
insedentil.
BAB VI
PEMBIAYAAN
Pasal 23
Biaya administrasi penerbitan SKCK
dibebankan kepada pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 24
Pada saat peraturan ini mulai
berlaku, Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. :
Skep/816/IX/2003 tanggal 17 September 2003 tentang Naskah Sementara Petunjuk
Lapangan Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Kapolri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 November 2014
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
SUTARMAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY